Pada pertengahan oktober 2013 , konflik
antar warga di perbatasanIndonesia-Timor Leste kembali pecah. Warga kedua
Negara saling serang dengan melempar batu dan kayu di perbatasan kabupaten
Timor Tengah Utara (Indonesia) dengan Distrik Oecussi (Timor Leste) . konflik
ini menimbulkan ketegangan hubungan antarwargahingga berhari-hari berikutnya
(tempo, 15 oktober 2013). Konflik tersebutbukan pertama kali terjadi , karena
pada akhir juli 2012 konflik serupa juga erjadi di kabupaten yang sama, tetapi
melibatkan warga dari desa yang berbeda.
Kasus konflik komunal di perbatasan Indonesia-Timor Leste
menarik, karena jenis konflik tersebut hamper tidak terjadi di wilayah
perbatasan darat Indonesia lainnya, baik di Kalimantan maupun di Papua.
Biasanya masalah yang muncul berupa belum di sepakatinya delimitasi dan
demarkasi batas serta maraknya aktivitas lintas batas illegal. Bisa dikatakan
jarang sekali terjadi kekerasan antarwarga. Oleh karena itu, analisis terhadap
konflik komunal diperbatasan Indonesia – Timor Leste tersebut penting untuk
dilakukan ,agar Indonesia dapat membuat langkah antisipasi sehingga kejadian
serupa tidak terjadi di masa depan.
v Kronologi konflik
Pada
oktober 2013 , pemerintah Republik Demokratik Timor Leste membangun jalan di
dekat perbatasan Timor Leste , dimana menurut Wrga timor tengah utara, jalan
tersebut telah melintasi wilayah NKRI sepanjang 500 m dan juga menggunakan zona
bebas sejauh 50 m. padahal berdasarkan nota kesepahaman kedua Negara pada tahun
2005, zona bebas ini tidak boleh dikuasai secara sepihak, baik oleh Indonesia
maupun timor leste . selain itu , pembangunanjalan oleh timur leste tersebut
merusak tiang-tiang pilar perbatasa , merusak pintu gudang genset pos penjagaan
perbatasan milik Indonesia , serta merusak Sembilan kuburan orang tua warga
nelu , kec.Naibenu , Kab. Timor Tengah Utara.
Pembangunan
jalan baru tersebut kemudian memacu terjadinya konflik antara warga Nelu ,
Indonesia dengan warga Leolbatan , Timor Leste
pada senin ,14 oktober 2013. Mereka saling lempar batu dan kayu. Aksi
ini semakin besar karena melibatkan anggota polisi perbatasan timor leste
(cipol) yang turut serta dalam aksi yang saling lempar tersebut. Dari aksi
tersebut , enam warga leolbatan dan satu anggota cipol menderita luka parah ,
sementara dari sisi Indonesia hanya ada satu warga Nelu yang menderita luka
ringan.
Setelah
jatuhnya korban dari kedua belah pihak, aksi saling serang kemudian dihentikan
. namun demikian, warga masih berjaga-jaga di perbatasan masing-masing .
eskalasi konflik semakin ,meningkat setelah terjadi insiden penggiringan 19
ekor sapi milik warga Indonesia yang diduga digiring oleh warga Timor Leste
masuk ke wilayah mereka .selanjutnya, 10 warga Indonesia didampingi enam
anggota TNI satgas-pamtas masuk ke
wilayah timor leste untuk mencari 19 ekor sapi tersebut. Sementara itu, ratusan
warga lainnya dari empatdesa di kecamatan Naibenu berjaga-jaga di perbatasan
dan siap perang melawan warga leolbatan., desa kosta,kecamatan kota, distrik
oekussi, Timor Leste. Berita terakhir yang terkumpul dari media masa , warga
masih berjaga-jaga diperbatasan (tempo,
18 oktober 2013)
Konflik
tersebut bukan pertama kali terjadi di perbatasan Indonesia- timor leste . satu
tahun sebelumnya , konflik juga terjadi di perbatasan timur tengah utara
–oecussi. Pada 31 juli 2012 , warga desa
haumeni ana, kec bikomi utara bentrok dengan warga passabe, distrik oecussi,
timor leste.bentrokan inin dipicu oleh pembangunan kantor pelayanan bea cukai,
imigrasi, dan karantina (CIQ) Timor
leste di zona netral yang masih disengketakan , bahkan di tuduh telah melewati
batas dan masuk ke wilayah Indonesia sejauh 20 m. tanaman dan pepohonan di
tanah tersebut dibabat habis oleh pihak timor lestesetelah terlibat aksi saling
ejek, wargadari keduanegara kemudian saling lempar batu dan benda tajam sebelum
akhirnya dilerai oleh aparat TNI perbatasan dan tentara timor leste.
v Faktor penyebab konflik
Terdapat
beberapa factor yang menjadi penyebab terjadinya konflik komunal tersebut.
Pertama, masih belum tuntasnya delimitasi perbatasan antara kedua Negara. Berdasarkan
nota kesepahaman antara kedua Negara pada 2005, masih terdapat 4% perbatasan
darat yang masih belum disepakati. Menurut badan nasional pengelola perbatasan
(BNPP) kedua Negara masih
mempersengketakan tiga segmen yaitu (a) diNeolbesi citrana, desa Netemnanu
utara, Amfoang timur, kab.Kupang ,dengan distrik oecussi , timor leste,
menyangkut areal persawahan sepanjang sungai noelbesi , yang status tanahnya
masih sebagai zona netral. (b) segmen di bijaelsunan , oben, di kab.timor
tengah utara dengan distrik oecussi , yaitu pada areal seluas 489 bidang tanah
sepanjang 2,6 km atau 142,7 ha. Tanah tersebut merupakan tanah yang di
sterilkan agar tidak menimbulkan masalah karena Indonesia- timor leste
mengklaim sebagai miliknya. (c) segmen di dolemil memo, kabupaten belu yang
berbatasan dengan distrik bobonaro, yaitu perbedaan identifikasi terhadap
median mota malibaca pada aliran sungai sepanjang 2,2km atau pada areal seluas
41,9 ha.
Kedua,
terjadi perbedaan interpretasi mengenai nantayang apatdperbaasan kedua Negara
dari sudut pandang Indonesia pemerintah dan warganya menganggap bahwa zona
netral adalah zona yang masih belum ditetapkan statusnya sebagai milik Negara
Indonesia atau timor leste ,sehingga harus dikosongkan dari segala aktivitas
warga . sementara dari sudut pandang timor leste, zona itu sebenarnya adalah
wilayah timor leste yang digunakan oleh PBB sebagai kawasan koordinasi keamanan
antara TNI dan PBB , sebagai tempat fasilitasi pembangunan pasar bagi warga di
perbatasan, dan sebagai tempat rekonsiliasi antara masyarakat eks timtim dengan
masyarakat pasabe, distrik oecussi . dengan demikian , setelah PBB meninggalkan
timor leste seharusnya zona netral tersebut tetap menjadi bagian wilayah
kedaulatan timor leste.
Ketiga,
terkait dengan aspek social budaya , yaitu masih terdapat sentiment negative
antarwarga Indonesia dengan warga timor leste . sebenarnay warga timor tengah
utara dan oecussi di perbatasan berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu
sama-sama orang timor, baik itu suku tetun ,marae (Bunak), Kemak dan Dawan.
Hubungan kekerabatan pun sudah lama terjalin , apalagi timor leste pernah
menjadi bagian dari Indonesia sejak tahun 1975 hingga 1999n. namun ,
pascapemisahan timor timur sebagai hasil referendum, sentiment negative
tersebut menguat. Di satu sisi warga
timor leste , terutama yang pada referendum menjadi bagian kelompok
prokemerdekaan , melihat Indonesia sebagai Negara yang telah menjajah mereka
selam hamper 25 tahun. Di sisi lain , warga Indonesia melihat warga timor leste
sebagai orang-orang yang tidak berterima kasih , apalagi banyak anggota
kelompok prointegrasi yang memilih mengungsi ke wlayah Indonesia
pascareferendum. Sentiment negative ini semakin menguat ketika masyarakat kedua
Negara sama-sama dalam kondisi miskin dan mereka terlibat perebutan sumber daya
seperti lahan kebun dan sapi.
v Upaya penyelesaian
Indonesia
sudah melakukan berbagaitindakan untuk menyelesaikan masalah ini, baik tindakan
yang bersifat jangka pendek (penyelesaian konflik yang terjadi ) maupun tidakan
yang bersifat jangka panjang (penyelesaian sumber konflik)m .pada penyelesaian
yang bersifat jangks pendek, untuk konflik yang terjadi tahun 2012, aparat TNI
dari korem 161 wirasakti kupang berhasil menghentikan pembangunan kantor QIC
yang dilakukan oleh pihak timor leste. Menurut komandan korem, pembangunan
tersebut sudah melewati tapal batas Indonesia sejauh 20 m sehingga TNI meminta timor
leste agar segera menghentikan pembangunan tersebut. Sambil menunggu
penyelesaian lebih lanjut, TNI bersama tentara tior leste berhasil menghentikan
konflik antarwarga perbatasan kedua Negara dan menciptakan kondisi yang
kondusif kembali. Dari kasustersebut , Indonesia mendapat pembelajaran bahwa
kekuatan TNI yang ditempatkan di titik –titik perbatasan ternyata masi kurang
dalam menghentikan konflik antarwarga perbatasan , sehingga komandan korem di
kupang perlu dating sendiri ke lokasi konflik. Oleh karena itu dalam jangka
panjang , kekuatan TNI di titik perbatasan perlu di tambah agar di masa yang
akan dating konflik-konflik tersebut bisa diantisipasi.
Namun
, dalam kasus 2013 keterlibatan anggota keamanana dari kedua Negara baik
cipol-nya timor leste maupun TNI-nya Indonesia, justru membuat konflik ini
semakin besar. Dengan kekuatan senjata api yang mereka pegang, keterlibatan
aparat keamanan justru semakin meningkatkan eskalasi konflik dan menimbulkan
korban yang lebih besar . padahal aparat keamanan ini seharusnya bisa menjadi functional actor yang bisa menenangkan warga dari Negara
masing-masing untuk tidak melakukan aksi kekerasan , seperti yang terjadi pada
kasus tahun 2012.
Dalam
usaha penyelesaian yang bersifat jangka panjang, Indonesia melakukan diploma
dalam rangka menyelesaikan delimitasi terhadap segmen-segmen yang masih belum
disepakati . berdasarkan perjanjian perbatasan darat 2012 , kedua Negara telah
menyepakati 907 koordinat titik-titik batas darat atau sekitar 96% dari panjang
total garis batas. Garis batas darat tersebut ada di sector timur (kab.Belu) yang berbatasan langsung dengan
distrik covalima da distrik bobonaro
sepanjang 149.1 km dan di sector barat
(Kab.Kupang dan Kab timor tengah utara ) yang berbatasan langsung dengan
wilayah enclave oecussi sepanjang 119.7 km. upaya diplomasi ini tidak hanya
befokus pada penyelesaian garis demarkasi terhadap tiga segmen batas yang belum
di sepakati , tetapi juga pengenalan pengaturan di kawasan perbatasan yang
memungkinkan warga timlor leste dan warga Indonesia yang berada di sisis
perbatasan masing-masing untuk bisa melanjutkan hubungan social dan
kekeluargaannya yan selama ini telah terjalin diantara mereka.
Dalam
upaya diplomasi untuk menyelesaikan sisa segmen yang belum di sepakati, hambayan
yang perlu diantisifasi adalah
perbedaan pola pendekatan penyelesaian yang di gunakan oleh masing-masing
pihak. Pihak timor leste dengan dipandu oleh ahli perbatasan dari united nations temporary executive
administration (UNTEAD) Menekankann bahwa penyelesaian perbatasan hanya
mengacu kpa traktat antara Belanda-portugis tahun 1904 dan sama sekali tidak
memperhtungkan dinamika adat ikut dipertimbangkan . perbedaan pola pendekatan
ini perlu disamakan terlebih dahulu sebelum pembahasan tentang tiga segmen
batas dilanjutkan.
v Langkah kedepan
Kasus
penyelesaian antara Indonesia dengan timor leste diatas menggambarkan bahwa
langkah jangka pendek dan jangka panjang telah dilakukan , baik melalui
penempatan kekuatan TNI maupun melalui negosiasi bilateral yang dikawal oleh
kementrian luar negeri kedua Negara. Namun demikian hal yang perlu dilakukan
adalah pelibatan unsure masyarakatb dalam upaya penyelesaian tersebut. Unsure
masyarakat disini penting karena penguasaan tanah di perbatasan terkait dengan
adatb istiadat yang berlaku disana . pada satu sisi, pemerintah melakukan
perundingan di tingkat pemerintah, namun pada sisilain masyarakat adat membuat
kesepakatan –kesepakatan terkait batas lahan dan aturan pengelolaan kebun di
wilayah mereka, yang sangat mungkin hasilnya bertentangan dengan hasil yang
disepakati.
Namun
demikian sebelum pelibatan unsure masyarakat tersebut dilakukan, pemerintah
Indonesia pelu membekali warganya dengan pendidikan guna nmeningkatkan
pengetahuan tentang perbatasan dan menguatkan jiwa nasionalisme, sehingga
keterlibatan masyarakat akan memberikan dampak positif bagin posisi Indonesia
dalam perundingan. Gabungan kekuatan militer diplomasi dan unsure masyarakat
ini dapat menjadi senjata ampuh dalam mempertahankan edaulatan Negara, keutuhan
wilayah NKRI ,dan keselamatan segenap bangsa di wilayah –wilayah perbatasan
Indonesia.